Liburan
menuju semester 6
Awal
liburan disambut dengan menginap di rumah sakit karena ayahku sedang sakit.
Bahagia itu sederhana, dimana dan kapanpun pasti masih bisa tersenyum. Melihat
semua teman yang liburan tapi aku harus menunggu ayahku. Tak sedikitpun
terselit dalam hati untuk meninggalkan ayahku walau memang pada kenyataannya
aku hanya bisa duduk manis di rumah sakit. Itu sudah membuatku senang. Aku
hingga hafal kaidah ayahku, apabila beliau sakit pasti diam saja jika aku nakal
tapi kalau agak sehat atau sehat pasti langsung dimarahi.
Empat
hari di rumah sakit, bahagianya hatiku jika ayahku diperbolehkan pulang. Minggu
pertama lewat dengan mulus. Dalam hati hiyaa ayahku sudah sembuh. Minggu kedua,
lewatt. Horee bisa ngegame bareng. Minggu ketiga, asyiiikkk kena marah lagi.
Minggu keempat, tiba-tiba aku bangun tidur mendapati ibuku menangis didekat
ayahku. Rasanya jantung berhenti sejenak, rasanya mulut tak mampu mengucap.
Berdatanglah nenek, kakek, om, tante, dan saudara yang lain. Dan aku disuruh
untuk membuat jus jambu merah. Tak aku pikir bagaimana rasa jusnya memang hanya
ini yang bisa aku berikan pada ayahku. Hari ini rasanya waktu sangat lambat.
Ketika ada om yang pekerja di rumah sakit datang, langsung dibawa ke Rumah
Sakit lagi. Sigap aku mengambil tas, isi pakaian cap cusss ke Hotel lagiii.
Tak
kuasa melihat ayahku tak berdaya di kamar tidur, tiba-tiba omku gendong bapak
dan aku pun tersenyum. Di dalam mobil, bapak sempat bercanda. Sungguh aku
melihat ayahku menahan sakitnya. Sampai di rumah sakit, ayahku langsung pindah
ke ICU. Belaga bodoh, belaga pura-pura, aku selalu bertanya dalam hati kenapa
mesinnya berbunyi? Kenapa ibuku menangis? Kenapa omku telp semua orang? Diam
dan berdoa dipinggir ICU yang bisa aku lakukan. Stress, tekanan, gelisah,
bingung sampai membuatku lapar, hingga aku hanya bisa makan pop mie saja.
3
jam berlalu, tiba-tiba ayahku keluar dan tersenyum dan aku malah bingung
sebenarnya apa yang terjadi? Seperti orang bodoh saja aku di Rumah Sakit. Ada
tamu datang, ibu hanya bisa menangis. Ibu cerita padaku dengan bahasa
kedokteran sungguh aku malah puyeng mendengar ceritanya. Dari cerita ke cerita
aku mencoba untuk masuk dunia kesehatan, sedikit demi sedikit.
Memang
liburan di rumah sakit, tapi aku melihat semua saudara-saudaraku. Aku mulai
mengenal mereka satu per satu. Walau liburan di rumah sakit tetap ceria itu
boleh, foto ini aku ambil ketika ayahku udah mulai membaik. Ada nikmat dibalik
kesusahan.
Empat
hari di rumah sakit, pulang kita ke rumah tercinta. Belum hilang ingatanku
tentang rumah sakit, belum puas rinduku tidur dengan boneka si boyo di kamar.
Tiga hari di rumah, langsung ayahku kolik hebat. Sungguh, aku bingung, stress,
tekanan, gelisah, bingung, bagaimana tidak? Ayahku g mau diajak ke rumah sakit?
Dan ayahku berpesan padaku dan adek. Semua orang hanya bisa
menangis-menangis-menangis. Mau tidak mau, memang ayahku dibawa ke Rumah Sakit.
Disana, sungguh aku malah bingung napa bapakku dibawa ke ICU? Ibu, adek, dan
semua keluarga tidak boleh menemani. Ketika ada panggilan dari pusat atas nama
ayahku, langsung sigap ibuku dan omku masuk, ternyata ayahku dalam keadaan
kritis. 1jam pertama aku tidak menangis, aku g boleh menangis. Tapi ketika
ibuku memelukku sungguh aku tak mampu menahan air mata itu. Malah aku yang nangisnya
tersedu-sedu, ditariklah aku ke pangkuan mamakku(itu panggilan untuk nenekku).
1 jam - 2 jam - 3 jam - 4 jam - 5 jam hanya bisa diam, menangis. Dan disaat
seperti ini aku masih bisa makan dengan keadaan menangis. Kadang aku geli
melihat tingkahku yang super aneh. Tapi aku menemani semua saudara dan ibuku sampai
pagi tidak bisa tidur. Ketika pagi, dikabari ayahku sudah mulai membaik.
Semuanya rasanya senang sekali. Tiba-tiba ayahku drop lagi, kata ibu namanya
pre-shock. Atau apalah itu artinya? Aku juga bingung tapi yang aku tangkap
keadaan itu seperti mendekati koma. Ibuku menangis, semua saudara berdatangan
juga menangis. Wah tambah aku tidak bisa tidur. Setiap ada pengumuman rasanya
jantungku berhenti, rasanya harus berhenti nafas, rasanya aku beruntung tidak
punya penyakit jantung hingga aku masih kuat. Rasanya tidur tidak sanggup,
makan tidak enak, mandi g nyaman, semuanya galauuu. 3 hari ayahku di ICU, ibuku
sudah tidak mampu menahan tekanan. Hanya bisa menjenguk setiap hari 2 jam,
belum bergantian dengan tamu dan hanya boleh dua orang yang masuk, sungguh
stress tok adanya.
Ditarik
ayahku dari ICU, mulai ayahku demimil, ngomong yang aneh-aneh. Terlintas duga
dalam hatiku, setiap ngelantur selalu mimpi sedang mengajar. Sungguh, aku malah
stress melihatnya. Semua orang dikira muridnya, diajar hitungan haduhh stresss
melihatnya. G kuat aku kalau melihat ayahku nglindurnya mengajar. Jika ada tamu
guru datang selalu menanyakan sekolah. Rasanya pengen menangis tapi aku selalu
menghindar, lebih baik aku di luar dari pad di dalam di ruangan. Hari kedua
dalam ruangan, aku mulai merasa meriyang, aku minta pulang. Istirahat di rumah
selama semalam sudah cukup.
Malam
harinya, ibuku tidur terlelap. Yang melek hanya aku, tengil dan makdhe. Sungguh
tidak tahu atau bodohnya kita. Setiap oksigen yang dilepas ayahku, aku selalu
berusaha untuk memasukannya. Sungguh, saat itu ayahku lucu banget. Kayak
hidungnya digelitiki, memasukan sambil ketawa-ketawa. Aku memasukan oksigen
karena aku takut lihat bapakku ngorok ketika tidak pakai oksigen. Aku trauma
mendengar mesin yang seperti di tv itu berbunyi lagi gara-gara ayahku kehabisan
nafas. Aku tidak sanggup itu. Tapi seandainya sempat aku abadikan foto lucu
ayahku yang berusaha meraih kabel oksigennya.
Mulai
hari keempat, aku mulai merasa dingin, demam, batuk, pilek. Aku terpaksa pulang
ke rumah. Besuknya, aku menjenguk ayahku lagi. Tapi aku tidak boleh nemenin
bapakku lagi karena aku lagi sakit. Sampai di ujung liburan ini, ayahku pulang
dari rumah sakit. Sampaikah hatiku jika besuk aku langsung berangkat ke Solo?
Itu tidak mungkin. Walapun memang kenyataannya malah aku yang sakit.
Semoga
cepat sembuh ya ayahku tersayang. Anakmu yang ini memang bandel, tapi aku
sayang ayah J.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar