Rabu, 20 Februari 2013

Liburan


Liburan menuju semester 6

Awal liburan disambut dengan menginap di rumah sakit karena ayahku sedang sakit. Bahagia itu sederhana, dimana dan kapanpun pasti masih bisa tersenyum. Melihat semua teman yang liburan tapi aku harus menunggu ayahku. Tak sedikitpun terselit dalam hati untuk meninggalkan ayahku walau memang pada kenyataannya aku hanya bisa duduk manis di rumah sakit. Itu sudah membuatku senang. Aku hingga hafal kaidah ayahku, apabila beliau sakit pasti diam saja jika aku nakal tapi kalau agak sehat atau sehat pasti langsung dimarahi.
Empat hari di rumah sakit, bahagianya hatiku jika ayahku diperbolehkan pulang. Minggu pertama lewat dengan mulus. Dalam hati hiyaa ayahku sudah sembuh. Minggu kedua, lewatt. Horee bisa ngegame bareng. Minggu ketiga, asyiiikkk kena marah lagi. Minggu keempat, tiba-tiba aku bangun tidur mendapati ibuku menangis didekat ayahku. Rasanya jantung berhenti sejenak, rasanya mulut tak mampu mengucap. Berdatanglah nenek, kakek, om, tante, dan saudara yang lain. Dan aku disuruh untuk membuat jus jambu merah. Tak aku pikir bagaimana rasa jusnya memang hanya ini yang bisa aku berikan pada ayahku. Hari ini rasanya waktu sangat lambat. Ketika ada om yang pekerja di rumah sakit datang, langsung dibawa ke Rumah Sakit lagi. Sigap aku mengambil tas, isi pakaian cap cusss ke Hotel lagiii.
Tak kuasa melihat ayahku tak berdaya di kamar tidur, tiba-tiba omku gendong bapak dan aku pun tersenyum. Di dalam mobil, bapak sempat bercanda. Sungguh aku melihat ayahku menahan sakitnya. Sampai di rumah sakit, ayahku langsung pindah ke ICU. Belaga bodoh, belaga pura-pura, aku selalu bertanya dalam hati kenapa mesinnya berbunyi? Kenapa ibuku menangis? Kenapa omku telp semua orang? Diam dan berdoa dipinggir ICU yang bisa aku lakukan. Stress, tekanan, gelisah, bingung sampai membuatku lapar, hingga aku hanya bisa makan pop mie saja.
3 jam berlalu, tiba-tiba ayahku keluar dan tersenyum dan aku malah bingung sebenarnya apa yang terjadi? Seperti orang bodoh saja aku di Rumah Sakit. Ada tamu datang, ibu hanya bisa menangis. Ibu cerita padaku dengan bahasa kedokteran sungguh aku malah puyeng mendengar ceritanya. Dari cerita ke cerita aku mencoba untuk masuk dunia kesehatan, sedikit demi sedikit.
Memang liburan di rumah sakit, tapi aku melihat semua saudara-saudaraku. Aku mulai mengenal mereka satu per satu. Walau liburan di rumah sakit tetap ceria itu boleh, foto ini aku ambil ketika ayahku udah mulai membaik. Ada nikmat dibalik kesusahan.
Empat hari di rumah sakit, pulang kita ke rumah tercinta. Belum hilang ingatanku tentang rumah sakit, belum puas rinduku tidur dengan boneka si boyo di kamar. Tiga hari di rumah, langsung ayahku kolik hebat. Sungguh, aku bingung, stress, tekanan, gelisah, bingung, bagaimana tidak? Ayahku g mau diajak ke rumah sakit? Dan ayahku berpesan padaku dan adek. Semua orang hanya bisa menangis-menangis-menangis. Mau tidak mau, memang ayahku dibawa ke Rumah Sakit. Disana, sungguh aku malah bingung napa bapakku dibawa ke ICU? Ibu, adek, dan semua keluarga tidak boleh menemani. Ketika ada panggilan dari pusat atas nama ayahku, langsung sigap ibuku dan omku masuk, ternyata ayahku dalam keadaan kritis. 1jam pertama aku tidak menangis, aku g boleh menangis. Tapi ketika ibuku memelukku sungguh aku tak mampu menahan air mata itu. Malah aku yang nangisnya tersedu-sedu, ditariklah aku ke pangkuan mamakku(itu panggilan untuk nenekku). 1 jam - 2 jam - 3 jam - 4 jam - 5 jam hanya bisa diam, menangis. Dan disaat seperti ini aku masih bisa makan dengan keadaan menangis. Kadang aku geli melihat tingkahku yang super aneh. Tapi aku menemani semua saudara dan ibuku sampai pagi tidak bisa tidur. Ketika pagi, dikabari ayahku sudah mulai membaik. Semuanya rasanya senang sekali. Tiba-tiba ayahku drop lagi, kata ibu namanya pre-shock. Atau apalah itu artinya? Aku juga bingung tapi yang aku tangkap keadaan itu seperti mendekati koma. Ibuku menangis, semua saudara berdatangan juga menangis. Wah tambah aku tidak bisa tidur. Setiap ada pengumuman rasanya jantungku berhenti, rasanya harus berhenti nafas, rasanya aku beruntung tidak punya penyakit jantung hingga aku masih kuat. Rasanya tidur tidak sanggup, makan tidak enak, mandi g nyaman, semuanya galauuu. 3 hari ayahku di ICU, ibuku sudah tidak mampu menahan tekanan. Hanya bisa menjenguk setiap hari 2 jam, belum bergantian dengan tamu dan hanya boleh dua orang yang masuk, sungguh stress tok adanya.
Ditarik ayahku dari ICU, mulai ayahku demimil, ngomong yang aneh-aneh. Terlintas duga dalam hatiku, setiap ngelantur selalu mimpi sedang mengajar. Sungguh, aku malah stress melihatnya. Semua orang dikira muridnya, diajar hitungan haduhh stresss melihatnya. G kuat aku kalau melihat ayahku nglindurnya mengajar. Jika ada tamu guru datang selalu menanyakan sekolah. Rasanya pengen menangis tapi aku selalu menghindar, lebih baik aku di luar dari pad di dalam di ruangan. Hari kedua dalam ruangan, aku mulai merasa meriyang, aku minta pulang. Istirahat di rumah selama semalam sudah cukup.
Malam harinya, ibuku tidur terlelap. Yang melek hanya aku, tengil dan makdhe. Sungguh tidak tahu atau bodohnya kita. Setiap oksigen yang dilepas ayahku, aku selalu berusaha untuk memasukannya. Sungguh, saat itu ayahku lucu banget. Kayak hidungnya digelitiki, memasukan sambil ketawa-ketawa. Aku memasukan oksigen karena aku takut lihat bapakku ngorok ketika tidak pakai oksigen. Aku trauma mendengar mesin yang seperti di tv itu berbunyi lagi gara-gara ayahku kehabisan nafas. Aku tidak sanggup itu. Tapi seandainya sempat aku abadikan foto lucu ayahku yang berusaha meraih kabel oksigennya.
Mulai hari keempat, aku mulai merasa dingin, demam, batuk, pilek. Aku terpaksa pulang ke rumah. Besuknya, aku menjenguk ayahku lagi. Tapi aku tidak boleh nemenin bapakku lagi karena aku lagi sakit. Sampai di ujung liburan ini, ayahku pulang dari rumah sakit. Sampaikah hatiku jika besuk aku langsung berangkat ke Solo? Itu tidak mungkin. Walapun memang kenyataannya malah aku yang sakit.
Semoga cepat sembuh ya ayahku tersayang. Anakmu yang ini memang bandel, tapi aku sayang ayah J.

Tidak ada komentar: