BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam ekosistem
hewan berinteraksi dengan lingkungan biotic, yaitu hewan lain, tumbuhan serta mikroorganisme lainnya. Interaksi tersebut dapat terjadi antar
individu, antar populasi danantar komunitas. Setiap makhluk hidup harus dapat berkembangbiak untuk dapat
mewariskan sifat-sifat pada keturunannya.
Disamping itu, makhluk hidup juga harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya.
Sebagian besar hewan dapat bertahan
hidup menghadapi fluktuasi lingkungan eksternal yang lebih ekstrim dibandingkan
dengan keadaan yang dapat ditolerir oleh setiap individu selnya. Metabolisme
sangat sensitif terhadap perubahan suhu lingkungan internal seekor hewan.
Setiap species hewan yang berbeda telah diadaptasikan terhadap kisaran suhu
yang berbeda-beda. Setiap hewan mempunyai kisaran suhu yang optimum. Di dalam
kisaran tersebut, banyak hewan dapat mempertahankan suhu internal yang konstan
meskipun suhu eksternalnya berfluktuasi. Olek karena itu, dalam makalah ini
akan membahas tentang ekofisiologi yang menyebabkan hewan beradaptasi terhadap
lingkungan dengan fisiologi dan mekanisme dalam tubuh mhaluk hidup.
B. Rumusan
Masalah
Berikut
ini beberapa rumusan masalah dalam makalah ini yatu
1. Apa yang dimaksud dengan ekofisiologi ?
2. Apa
yang dimaksud adaptasi fisiologi?
3.
Sebutkan faktor yang mempengaruhi
adaptasi?
4. Sebutkan
contoh hubungan ekologi dengan ekofisiologi?
5. Bagaimana
pengaruh ekofisiologi terhadap perilaku?
Tujuan yang kami ingin capai dalam
penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui ekomorfologi hewan
2. Untuk
mengetahui adaptasi fisiologi
3.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi adaptasi
4. Untuk
mengetahui contoh hubungan ekologi dengan ekofisiologi
5. Untuk
mengetahui pengaruh ekofisiologi terhadap perilaku
D. Manfaat
Penulisan
Makalah ini dibuat untuk menambah
wawasan tentang ekofisiologi
hewan dan dapat menjadi referensi bagi pembaca serta dapat menambah pengetahuan
dalam bidang ekologi khususnya pada hewan. Selain itu,
dibuat untuk memenuhi tugas pada matakuliah ekologi hewan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Ekofisiologi
Ekologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara organisme-organisme
hidup dengan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup
sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya (Zoologiwan Jerman,
1834-1914).
Ekologi
berkepentingan dalam menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya.
Pengamatan ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
hubungan timbal balik tersebut.
Fisiologi,
dari kata Yunani physis = 'alam' dan logos = 'cerita', adalah ilmu yang
mempelajari fungsi mekanik, fisik, dan biokimia dari makhluk hidup. Fisiologi adalah
turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi
secara fisik dan kimiawi. Fisiologi menggunakan berbagai metode
ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, dan
organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk
mendukung kehidupan.
Cakupan
subjek dari fisiologi hewan adalah semua makhluk hidup. Banyaknya subjek
menyebabkan penelitian di bidang fisiologi hewan lebih terkonsentrasi pada pemahaman
bagaimana ciri fisiologis berubah sepanjang sejarah evolusi hewan.
Jadi
ekofisiologi mempelajari efek ekologis dari ciri fisiologi suatu hewan atau
tumbuhan dan sebaliknya. Faktor yang mempengaruhi fisiologi hewan dan tumbuhan
bukan hanya genetika. Tekanan lingkungan juga sering menyebabkan kerusakan pada
organisme eukariotik. Organisme yang tidak hidup di habitat akuatik harus
menyimpan air dalam lingkungan seluler. Pada organisme demikian, dehidrasi
dapat menjadi masalah besar. Dehidrasi pada manusia dapat terjadi ketika
terdapat peningkatan aktivitas fisik. Dalam bidang exercise physiology, telah
dilakukan berbagai penelitian mengenai efek dehidrasi terhadap homeostasis.
Adaptasi fisiologis adalah adaptasi yang menyangkut
kesesuaian proses-proses fisiologis hewan dengan kondisi lingkungan dan
sumberdaya yang ada di habitatnya. Diantaranya ada yang berhubungan dengan
adaptasi struktural, terutama pada bagian dalam tubuh. Misalnya pada proses
respirasi, pencernan makanan dan lain-lain yang menggambarkan adanya adaptasi
terstruktur.
Pada
adaptasi fisiologi ini adanya keterkaitan antara ciri fisiologis dengan ciri
struktural mungkin tampak jelas jika dilihat dari garis evolusi yang terbentang
dari organisme sederhana hingga organisme tingkat tinggi. Untuk memberikan
gambaran tentang adanya ciri-ciri fisiologi yang teradaptasi pada lingkungan
berikut ini beberapa contoh fisiologi yang dapat dengan mudah dilihat
hubungannya dengan ciri habitat.
B.
Adaptasi
Fisiologi
Adaptasi fisiologi adalah
penyesuaian diri berupa perubahan proses fisiologi dalam tubuh makhluk hidup
untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan lingkungannya. Adaptasi
fisiologi pada tumbuhan misalnya dengan mengeluarkan bau yang khas yang
dihasilkan oleh bunga, akar dan daun tumbuhan atau berupa nektar yang
dihasilkan oleh bunga Biasanya bau khas tersebut dimaksudkan untuk mengundang
hewan agar datang kepadanya, supaya proses penyerbukan dapat berlangsung. Adaptasi
fisiologi pada hewan lebih beraneka ragam sesuai dengan jenis hewan dan habitatnya.
1. Respirasi
Respirasi merupakan proses pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida. Respirasi dapat diartikan sebagai pembongkaran
makanan untuk mengambil energi kimia yang tersimpan didalamnya. Sistem
respirasi dan proses fisiologis respirasi berbeda antara hewan satu dengan yang
lain.Secara ekologis, perbedaan itu disebabkan oleh faktor-faktor luar terutama
konsentrasi oksigen yang ada di medium yang ada di dalam habitat. Perbedaan
sistem dan proses respirasi juga ada hubungannya dengan tingkat kerumitan
anatomi tubuh hewan.
Hubungan faktor ekologi dan kerumitan anatomi tubuh
hewan dengan adaptasi fisiologi adalah sebagai berikut
a) Hewan
yang hidup di air dalam banyak yang bersifat anaerob sedangkan hewan air yang
tinggal di air dangkal bersifat aerob.
Keduanya
berbeda karena hubungannya dengan perbedaan konsentrasi larutan oksigen didalam
air. Kandungan oksigen ditempat yang dalam sangat kecil, sehingga hewan anaerob
mengadaptasi diri terhadap lingkungan yang kuran oksigen dengan bernapas tanpa
menggunakan oksigen. Pada pernapasan anaerobik karbohidrat dibongkar untuk
menghasilkan energi dengan produk sampingan berupa asam cuka dan alkohol.
Hewan
yang hidup di daerah permukaan air yang kaya oksigen sehingga lebih teradaptasi
dengan pernapasan aerob yang membongkar makanan untuk mengeluarkan energi
dengan menggunakan oksigen dengan produk sampingan karbondioksida dan air.
Karena tubuhnya uniseluler sehingga oksigen diserap secara langsung dengan
permukaan tubuhnya. (Pudyo Susanto, 2000)
b) Hewan
air mengambil oksigen dari gas yang terlarut didalam air yang berkonsentrasi
rendah, hewan darat mengambil oksigen
dari udara. Hewan kecil terutama yang hidup di air mengambil oksigen
melalui permukaan tubuh, hewan besar memerlukan alat khusus untuk mengambil
atau menghisap oksigen.
c) Pada
manusia saat orang melakukan kerja otot melebihi kapasitas paru-paru untuk
menghirup oksigen, pembongkaran dengan bahan bakar karbohidrat ditingkatkan
dengan respirasi anaerobik. Adanya respirasi anaerobik dapat ditandai dengan
terbentuknya asam laktat. Asam laktat terbawa oleh aliran darah dan diubah
menjadi glikogen dan disimpan dalam hati.
d) Kebanyakan
hewan air bernapas menggunakan insang, insang ikan terletak didalam rongga
mulut. Paru-paru yang dimiliki hewan darat merupakan pelekukan kedalam dari
permukaan tubuh.
Paru-paru
sederhana pada siput tanah. Serangga punya kemampuan hidup di lingkungan
kering, untuk mengurangi kehilangan air dalam tubuh tubuhnya tertutup oleh
kulit tebal yang terbentuk oleh lapisan khitin sehingga difusi oksigen melalui
permukaan tubuh tidak dapat berlangsung. Serangga memerlukan alat pernapasan
khusus disebut trakhea.
Meskipun
insang merupakan alat yang cocok untuk pernapasan didalam air, beberapa jenis
ikan sering mengambil oksigen di udara. Ikan itu naik ke permukaan air untuk
mengeluarkan moncongnya diatas air, contoh ikan mujair dan ikan mas.
2. Makanan
dan pencernaan makanan
Makanan sangat diperlukan hewan untuk memenuhi
kebutuhan energy, bahan untuk membangun sel, jaringan dan organ tubuhdan bahan
untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan.
Berdasarkan cara memperoleh
makanan, hewan dibagi menjadi beberapa
jenis. Ada hewan yang memakan
tumbuhan disebut herbivor, hewan yang memakan daging atau hewan laindisebut
karnivora,dan hewan pemakan tumbuhan, hewan disebut omnivora,ada yang memakan
hewan dan tumbuhan yang masih hidup (predator, parasit, parasitoid) dan ada yang memakan
tumbuhan dan hewan yang sudah mati (scavinger,detritivor dan saproba).
Hewan pemakan tumbuhan ( Herbivora )
melakukan adaptasi fisiologi terhadap jenis makanannya. Makanan yang berupa
tumbuhan jauh lebih sulit dicerna dibandingkan dengan makanan yang berasal dari
daging, karena dinding sel tumbuhan tersusun atas selulosa yang tebal dan kuat.
Oleh karena itu diperlukan suatu saluran pencernaan yang lebih panjang
dibandingkan dengan saluran pencernaan hewan karnivora. Usus herbivora juga
menghasilakan enzim selulase yang berfungsi untuk mencerna serat tumbuhan.
Pada Protozoa
memakan alga, bakteri,dan bahan yang berukuran mikroskopis makanan dapat
langsung kedalam sel yaitu kedalan vakuola makanan yang berfungsi sebagai alat
mencerna makanan.Sarimakanan diserap kedalam sitoplasma,sisa makanan
dikeluarkan melalui dinding sel.
Hewan avertebrata
yang lebih tinggi tingkatannya memakan makanan berukuran kecil dengan cara menyaring
makanan yang tercampur dengan bahan lain. Contoh ketam darat memakan makanan yang berada didalam
lumpur, lumpur dimasukkan kedalam mulut dengan kaki sapit.
Pada waktu makan ketam
memasukkan air sebanyak banyaknya kedalam rongga mulut dengan adanya air
butir-butir makanan yang kecil terapung dan butir lumpur yang berukuran besar
mengendap. Butir lumpur yang besar tersangkut pada insang kemudian dikeluarkan dari
mulut dengan cara menyemburkan air yang ada dirongga mulut.
Toredo navalis yang dikenal dengan nama cacing
pengebor memiliki enzim pencernaan khusus yang dapat mencerna kayu.
Cacing tersebut biasanya hidup di kapal atau galangan kapal di lautan, sehingga
kapal menjadi rusak.
Beberapa jenis
vertebrata yang tidak mempunyai gigi menelan seluruh makanan yang
diidapatkan,tanpa dipotong atau dikunyah terlebih dahulu misalnya pada ikan,
reptil, amphibi, dan burung. Hewan ini memiliki cara tertentu untuk
menghancurkan makanannya.
Burung mempunyai
lambung pengunyah (gizzard). Burung sering memakan pasir untuk mempercepat
pelumatan makanan didalam lambung pengunyah. Burung mempunyai tembolok yang terletak
dibagian atas lambung dan tembolok berfungsi untuk menyimpan makanan sebelum
masuk ke lambung untuk dilunakkan.
Makanan yang masuk
ke dalam
saluran pencernaan kebanyakan masih dalam bentuk molekul besar
sehingga tidak dapat diserap oleh dinding usus. Molekul
yang berukuran besar perlu diuraikan mejadi molekul yang lebih kecil oleh enzim
yang disekresikan oleh kelenjar pencernaan.
Mamalia herbivora
mempunyai saluran pencernaan sehubungan dengan pencernaan selulosa karena
didalam saluran pencernaan terdapat mikroorganisme yang dapat mencerna selulose
misalnya pada sapi dan domba. Keistimewaan terdapat pada lambungnya karena terdiri dari
rumen, retikulum,
omasum, dan abomasum.
3.
Temperatur
Adaptasi fisiologi hewan terhadap temperatur
lingkungan meliputi tiga hal antara lain yaitu adaptasi untuk hidup pada
lingkungan bertemperatur tendah, bertemperatur tinggi dan untuk mengatasi
perubahan temperatur tubuh sebagai akibat perubahan temperatur lingkungan.
Berdasarkan
responnya terhadap perubahan temperatur lingkungan hewan dapat dikelompokkan
menjadi hewan homeoterm dan hewan poikiloterm. Hewan homeoterm dapat
mempertahankan temperatur tubuh meskipun temperatur lingkungan berubah,
contohnya mamalia dan
burung. Hewan poikiloterm adalah hewan yang temperatur tubuhnya berubah ubah
jika temperatur lingkungan berubah. Hewan yang bersifat poikiloterm adalah
reptil, amphibi, ikan dan hewan avertebrata.
Semua hewan
berusaha untuk memanaskan tubuhnya agar temperatur tubuh tidak banyak berubah
sebagai akibat penurunan temperatur lingkungan
tetapi dengan cara berbeda-beda. Hewan homeotrem
memanaskan tubuhnya dengan cara meningkatkan respirasi karbohidrat
dengan kata lain panas tubuh hewan homeotermberasal dari tubuhnya sendiri.
Sifat itu disebut endotermik.
Pada saat
temperatur lingkungan meningkat panas keluar sebagai metabolisme karbohidrat
dipancarkan keluar. Selain itu air yang diproduksi pada peningkatan metabolisme
karbohidrat dikeluarkan kepermukaan
kulit dalam bentuk keringat. Keringat itu menguap,dan penguapan menghisap panas
dari tubuh. Dengan cara itu suhu tubuh hewan homeoterm tidak meningkat, jika suhu
lingkungan meningkat. Bila temperatur lingkungan turun, panas yang dihasilkan
pada respirasi karbohidrat disimpan oleh tubuh. Air yang keluar dari respirasi
dikeluarkan melalui ginjal, sehingga tidak menghisap panas tubuh untuk
pengeluarannya. Dengan cara itu hewan mempertahankan temperatur tubuh jika temperatur
lingkungan turun.
Ketahanan hewan
untuk hidup dalam rentangan suhu lingkungan yang berbeda beda ,ada hewan yang
mempunyai toleransi lebar terhadap perubahan suhu lingkungan (euritermal)dan
ada yang mempunyai toleransi sempit (stenotermal).
4.
Air
Hewan untuk mencegah
kehilangan air yang terlalu besar (dehidrasi) melakukan yaitu
a. Aetivasi, misal siput darat dengan memasukkan tubuh ke
dalam cangkang kemudian ditutup dengan
epifragma, katak mengubur diri di dalam tanah.
b. Berkulit tebal (kitin) dan belapis lilin, misal serangga.
Masalah yang dihadapi hewan sehubungan dengan ada
tidaknya air di lingkungan hidup adalah mempertahankan kandungan air tubuh dan
konsentrasi larutan garam dan tekanan osmotik cairan tubuh. Hewan darat lebih
menghadapi ancaman kehilangan air dari dalam tubuh jika lingkungan menjadi
kering.
Faktor yang mempengaruhi adalah kelembaban udara dan
temperatur. Air dalam tubuh menguap jika lingkungan menjadi kering dan suhu
tubuh meningkat. Secara umum hewan mengatur keseimbangan air didalam tubuh
dengan cara mengeluarkan air dan memasukkan air. Pengeluaran air dari dalam
tubuh dilakukan dengan cara penguapan melalui permukaan tubuh, dan alat
pernapasan melalui feses dan urin. Pemasukan air kedalam tubuh dilakukan dengan
cara minum, menghisap air dalam makanan, menghisap air melalui permukaan
tubuh,dan memanfaatkan air yang terbentuk pada metabolisme karbohidrat.
5.
Salinitas
Hewan laut bersifat isosmotik (tekanan osmotik cairan
tubuh = tekanan osmotik air laut), karena bersifat osmokonformer. Hewan laut yang
bermigrasi ke daerah payau perlu melakukan osmoregulasi untuk mengatur tekanan osmotik
tubuhnya agar lebih tinggi dari pada tekanan osmotik di dalam air.
Osmoregulasi adalah pengaturan tekanan
osmosis. Tekanan osmosis adalah tekanan yang dihasilkan oleh suatu zat yang
terlarut dalam air dan mengakibatkan air dapat menembus suatu membran
tipis. Kadar garam ikan yang hidup di air tawar lebih rendah
dibandingkan dengan kadar garam air laut. Ini berarti tekanan osmosis tubuh
ikan lebih rendah dari tekanan osmosis air laut. Sehingga air yang berada pada
tubuh ikan dapat keluar melalui membran tipis yang ada di insang. Akibatnya
ikan air laut dapat kehilangan air. Untuk mengatasi hal tersebut ikan melakukan
adaptasi fisiologi dengan pengaturan osmoregulasi melalui kegiatan “banyak
minum, jarang kencing. Pada
ikan air tawar untuk menyeimbangkan tekanan osmosis di dalam tubuh punya
tekanan osmosis yang lebih tinggi dari air tawar sebagai tempat hidupnya, maka
ikan air tawar melakukan usaha penyeimbangan tekanan osmosis dengan “jarang
minum, banyak kecing”.
C.
Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi
Faktor yang mempengaruhi adaptasi di lingkungan air
adalah
|
Faktor yang mempengaruhi adaptasi di lingkungan darat
adalah
|
Kadar garam ( salinitas)
|
Persediaan air
|
Suhu ( Temperatur)
|
Suhu
|
Intensitas cahaya
|
Kelembaban
|
Arus air
|
Cahaya
|
Kandungan oksigen terlarut ( Dissolve
oxygen )
|
Cuaca/iklim
|
BOD ( Biological Oxygen
Demand )
|
Keadaan tanah
|
D.
Contoh
Hubungan Ekologi dengan Ekofisiologi
Kehidupan
manusia menyesuaikan diri pada lingkunganya, orang yang tinggal di daerah
pantai seperti nelayan kebanyakan berkulit hitam (dampak lingkungan) dan
berpakaian tipis karena harus menyesuaikan diri dengan cuaca yang panas. Dan
katak yang dapat menyesuaikan diri di darat maupun di laut.
Selain
itu, ikan yang hidup pada air laut dan air tawar akan melakukan adaptasi pada
tempat hidupnya. Ikan air laut dapat kehilangan air
untuk mengatasi hal tersebut ikan melakukan adaptasi fisiologi dengan
pengaturan osmoregulasi melalui kegiatan “banyak minum, jarang kencing”. Pada
ikan air tawar untuk menyeimbangkan tekanan osmosis di dalam tubuh ikan memiliki
tekanan osmosis yang lebih tinggi dari air tawar sebagai tempat hidupnya, maka
ikan air tawar melakukan usaha penyeimbangan tekanan osmosis dengan “jarang
minum, banyak kecing”.
Pada manusia,
adaptasi fisiologi terjadi misalnya pada orang-orang yang tinggal di daerah
pegunungan mempunyai jumlah eritrosit yang jauh lebih banyak dibandingkan
dengan orang-orang yang tinggal di dataran rendah, hal ini brtujuan untuk
mengatasi kekurangan jumlah oksigen yang berhasil masuk ke dalam tubuh.
E.
Pengaruh
Ekofisiologi terhadap Perilaku
Satuan pokok ekologi adalah ekosistem atau sistem ekologi. Ekosistem
dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi yang
sepenuhnya berlangsung di antara berbagai komponen dalam sistem itu sendiri
atau dengan sistem lain di luarnya. Kehidupan akan berlangsung dalam berbagai
fenomena kehidupan menurut prinsip, tatanan dan hukum alam atau ekologi seperti
homeostatis (keseimbangan), kelentingan (resilience atau kelenturan),
kompetisi, toleransi, adaptasi, suksesi, evolusi, mutasi.
Adaptasi fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar yang menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk
mempertahankan hidup dengan baik.
Adaptasi alat-alat tubuh atau secara fisiologis memungkinkan hewan
bertahan hidup pada keadaan lingkungan yang tersedia Perubahan ini bisa berlangsung
cepat ataupun lambat, karena lingkungan berubah maka agar makhluk hidup dapat
bertahan hidup, dia harus menyesuaikan diri dengan lingkungannya, adaptasi ini sulit diamati.
Perilaku
hewan dapat dikaji melalui beberapa cara salah satunya bisa dapat dilihat dari
fisiologi yang melatar belakangi perilaku suatu individu atau hewan tersebut.
Perilaku dapat terjadi sebagai akibat suatu stimulus dari luar. Reseptor
diperlukan untuk mendeteksi stimulus itu, saraf diperlukan untuk
mengkoordinasikan respons, efektor itulah
yang sebenarnya melaksanakan aksi. Perilaku dapat juga disebabkan stimulus dari dalam. Hewan yang merasa lapar akan
mencari makanan sehingga hilanglah laparnya setelah memperoleh makanan. Lebih
sering terjadi, perilaku suatu organisme merupakan akibat gabungan stimulus
dari luar dan dari dalam. Jadi, berdasarkan pernyataan di atas hubungan timbal
balik antara stimulus dan respons yang terjadi pada organisme merupakan
sebagian studi mengenai perilaku. Study lainnya menyangkut masalah pertumbuhan
dan mekanisme evolusioner dari organisme dan sekaligus evolusi perilakunya.
Pokok
pembahasannya pembagian perilaku hewan pengenbangannya berdasarkan
prinsip-prinsip fisiologis dan fungsinya (pendekatan evolusioner). Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh Tingbergen yaitu menempatkan kulit telur
burung camar yang pecah dekat dengan telur-telur kamouflase tersebat tanpa
pecahan kulit telur burung camar. Ia kemudian mengamati, telur-telur mana yang
mudah ditemukan oleh camar. Karena camar-camar tersebut dapat mengidentifikasi
atau mengenali warna putih pecahan telurnya sebagai petunjuk atau penanda,
ternyata burung-burung camar tersebut lebih banyak memakan telur-telur ayam
kamouplase yang dekat dengan pecahan kulit telur-telurnya yang asli. Dari
peristiwa ini, Timbergen menarik kesimpulan bahwa pembuangan cangkang-cangkang
telur oleh camar setelah menetas adalah perilaku adaptif. Hal ini dilakukan
oleh camar untuk mengurangi usaha pemangsaan (predator) sehingga meningkatkan
untuk tetap bertahan hidup (Sukarsono, 2009).
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Ekofisiologi
adalah ilmu yang mengkaji tentang tanggapan dan penyesuaian diri hewan secara
fisiologis terhadap faktor-faktor lingkungan tempat hidupnya, dimana hewan akan mengadakan suatu penyesuaian diri
terhadap lingkungannya disebut dengan adaptasi.
Adaptasi
fisiologi adalah penyesuaian yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar yang
menyebabkan adanya penyesuaian pada alat-alat tubuh untuk mempertahankan hidup
dengan baik. Perilaku hewan dapat dikaji melalui beberapa
cara salah satunya bisa dapat dilihat dari fisiologi yang melatar belakangi
perilaku suatu individu atau hewan tersebut. Perilaku dapat terjadi sebagai
akibat suatu stimulus dari luar. Contoh fisiologi yang dapat dengan mudah
dilihat hubungannya dengan ciri habitat yang berhubungan dengan respirasi,
temperatur, makanan, air, dan kadar garam (salinitas).
Kehidupan
manusia menyesuaikan diri pada lingkunganya, orang yang tinggal di daerah
pantai seperti nelayan kebanyakan berkulit hitam (dampak lingkungan) dan
berpakaian tipis karena harus menyesuaikan diri dengan cuaca yang panas. Dan
katak yang dapat menyesuaikan diri di darat maupun di laut.
Selain
itu, ikan yang hidup pada air laut dan air tawar akan melakukan adaptasi pada
tempat hidupnya.
Pada manusia, adaptasi fisiologi terjadi misalnya pada
orang-orang yang tinggal di daerah pegunungan mempunyai jumlah eritrosit yang
jauh lebih banyak dibandingkan dengan orang-orang yang tinggal di dataran
rendah, hal ini brtujuan untuk mengatasi kekurangan jumlah oksigen yang
berhasil masuk ke dalam tubuh.
Faktor-faktor yang mempengaruhi adaptasi organisme di lingkungan air
adalah kadar garam ( salinitas),
suhu ( Temperatur),
intensitas cahaya,
arus air,
kandungan oksigen terlarut ( Dissolve oxygen , dan BOD
( Biological Oxygen Demand ). Faktor yang mempengaruhi adaptasi organisme di lingkungan darat adalah persediaan
air, suhu, kelembabab, keadaan tanah, cahaya
dan cuaca/iklim
Pokok
pembahasannya pembagian perilaku hewan pengenbangannya berdasarkan
prinsip-prinsip fisiologis dan fungsinya (pendekatan evolusioner). Salah
satu penelitian yang dilakukan oleh Tingbergen yaitu menempatkan kulit telur
burung camar yang pecah dekat dengan telur-telur kamouflase tersebat tanpa
pecahan kulit telur burung camar. Ia kemudian mengamati, telur-telur mana yang
mudah ditemukan oleh camar. Karena camar-camar tersebut dapat mengidentifikasi
atau mengenali warna putih pecahan telurnya sebagai petunjuk atau penanda,
ternyata burung-burung camar tersebut lebih banyak memakan telur-telur ayam
kamouplase yang dekat dengan pecahan kulit telur-telurnya yang asli. Dari
peristiwa ini, Timbergen menarik kesimpulan bahwa pembuangan cangkang-cangkang
telur oleh camar setelah menetas adalah perilaku adaptif. Hal ini dilakukan
oleh camar untuk mengurangi usaha pemangsaan (predator) sehingga meningkatkan
untuk tetap bertahan hidup (Sukarsono, 2009).
B.
Saran
Mungkin dalam penulisan makalah ini jauh dari sempurna
masih banyak kesalahan, karena penulis hanyalah manusia tempat salah dan dosa.
Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah
dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Rusmendro,Husmar.2004. Struktur komunitas dan Regenerasi. Fakultas Biologi Universitas Nasional
Resosoedarmo,R.S.,
Kuswata K, Aprilani S.1984. Pengantar Ekologi. Bandung: CV. Remaja
Karya.
Sukarsono
2009 Pengantar
Ekologi Hewan UMM Pres: Malang
Susanto,Pudyo.2000.
Pengantar Ekologi Hewan. Jakarta:
Proyek pengembangan Guru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar