PHALEONTOLOGI
Museum
Sangiran
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Phaleontologi
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Museum Sangiran adalah museum arkeologi yang
terletak di Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah,
Indonesia. Museum ini berdekatan dengan area situs fosil purbakala Sangiran
yang merupakan salah satu Situs Warisan Dunia. Situs Sangiran memiliki luas
mencapai 56 km² meliputi tiga kecamatan di Sragen (Gemolong, Kalijambe, dan
Plupuh) serta Kecamatan Gondangrejo yang masuk wilayah Kabupaten
Karanganyar. Situs Sangiran berada di dalam kawasan Kubah Sangiran yang
merupakan bagian dari depresi Solo, di kaki Gunung Lawu (17 km dari kota Solo).
Museum Sangiran beserta situs arkeologinya, selain
menjadi obyek wisata yang menarik juga merupakan arena penelitian tentang
kehidupan pra sejarah terpenting dan terlengkap di Asia, bahkan dunia. Dalam museum
ini dapat diperoleh informasi lengkap tentang pola kehidupan manusia purba di
Jawa yang menyumbang perkembangan ilmu pengetahuan seperti Antropologi,
Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Di lokasi situs Sangiran ini pula, untuk
pertama kalinya ditemukan fosil rahang bawah Pithecantropus Erectus (salah satu
spesies dalam taxon Homo erectus) oleh arkeolog Jerman, Profesor Von
Koenigswald.
Lebih menarik lagi, di area situs Sangiran ini pula
jejak tinggalan berumur 2 juta tahun hingga 200.000 tahun masih dapat ditemukan
hingga kini, sehingga para ahli dapat merangkai sebuah benang merah sebuah
sejarah yang pernah terjadi di Sangiran secara berurutan. Koleksi yang
tersimpan di museum ini mencapai 13.806 buah yang tersimpan pada dua tempat
yaitu 2.931 tersimpan di ruang pameran dan 10.875 di dalam ruang penyimpanan.
Museum sangiran menyumbang perkembangan ilmu
pengetahuan seperti Antropologi, Arkeologi, Geologi, Paleoanthropologi. Oleh
karena itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang informasi tentang museum
sangiran.
B.
Rumusan
Masalah
Dalam makalah
ini mempunyai rumusan masalah yaitu sebagai berikut;
1. Dimana
wilayah Sangiran?
2. Bagaimana
sejarah situs sangiran?
3. Bagaimana
proses terbentuknya sangiran?
4. Bagaimana
formasi lapisan sangiran?
5. Bagaimana
pengungkap situs sejarah sangiran ?
6. Bagaimana
pemeliharaan terhadap sangiran?
7. Bagaimana
sumbangan sangiran untuk masyarakat sekitar dan ilmu pengetahuan?
8. Apa
koleksi – koleksi museum sangiran?
9. Apa
pengertian fosil, manfaat dan syarat terbentuknya fosil?
10. Bagaimana proses
pembentukan fosil?
11. Bagaimana
kehidupan di bumi?
C. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut;
1.
Untuk mengetahui wilayah.
2.
Untuk mengetahui sejarah situs sangiran
3.
Untuk mengetahui proses terbentuknya sangiran.
4.
Untuk mengetahui formasi lapisan sangiran
5.
Untuk mengetahui pengungkap situs sejarah sangiran.
6.
Untuk mengetahui pemeliharaan terhadap sangiran.
7.
Untuk mengetahui sumbangan sangiran untuk masyarakat
sekitar dan ilmu pengetahuan.
8.
Untuk mengetahui koleksi – koleksi museum sangiran
9.
Untuk mengetahui pengertian fosil, manfaat dan syarat
terbentuknya fosil.
10. Untuk
mengetahui proses pembentukan fosil
11. Untuk
mengetahui kehidupan di bumi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Wilayah
Sangiran Museum Sangiran
Sangiran adalah sebuah situs arkeologi di Jawa,
Indonesia. Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara fisiografis sangiran
terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa dataran rendah yang terletak
antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah barat serta Lawu di
sebelah timur.
Secara administratif Sangiran terletak di Kabupaten
Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe, Gemolong dan Plupuh
serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sangiran
terletak di desa Krikilan, Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen atau + 17 km
dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan pleistocen ( + 2
juta tahun lalu).
Situs Sangiran merupakan daerah perbukitan yang
mencakup kawasan seluas 32 km² dengan bentangan arah dari utara ke selatan
kurang lebih 8 km dan dari barat ke timur kurang lebih 4 km². Daerah ini
meliputi 12 kelurahan di 4 kecamatan, yaitu kecamatan kalijember, gemolong,
plupuh, dan godangrejo. Daerah sangiran memiliki sebuah sungai yang membelah
daerah tersebut menjadi dua yaitu kali
cemara yang bermuara di bengawan solo.
Gb 1 : Peta lokasi Situs Manusia Purba
SANGIRAN
Fosil-fosil purba ini merupakan 65 % fosil hominid
purba di Indonesia dan 50 % di seluruh dunia. Hingga saat ini telah ditemukan
lebih dari 13.685 fosil 2.931 fosil ada di Museum, sisanya disimpan di gudang
penyimpanan. Pada tahun 1977 Sangiran ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia sebagai cagar budaya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No.070/0/1977, tanggal 5 Maret 1977. Selanjutnya
keputusan itu dikuatkan oleh Komite World Heritage UNESCO pada peringatannya
yang ke-20 di Merida, Mexico yang menetapkan kawasan Sangiran sebagai kawasan
World Heritage (warisan dunia) No. 593.
B. Sejarah
Situs Sangiran
Sejarah Museum Sangiran bermula dari kegiatan
penelitian yang dilakukan oleh Von Koeningswald sekitar tahun 1930-an. Di dalam
kegiatannya Von Koeningswald dibantu oleh Toto Marsono, Kepala Desa Krikilan
pada masa itu. Setiap hari Toto Marsono atas perintah Von Koeningswald
mengerahkan penduduk Sangiran untuk mencari “balung buto” (Bahasa Jawa = tulang
raksasa). Demikian penduduk Sangiran mengistilahkan temuan tulang-tulang
berukuran besar yang telah membatu yang berserakan di sekitar ladang mereka.
Balung buto tersebut adalah fosil yaitu sisa-sisa organisme atau jasad hidup
purba yang terawetkan di dalam bumi.
Fosil-fosil tersebut kemudian dikumpulkan di Pendopo
Kelurahan Krikilan untuk bahan pnelitian Von Koeningswald, maupun para ahli
lainnya. Fosil-fosil yang dianggap penting dibawa oleh masing-masing peneliti
ke laboratorium mereka, sedang sisanya dibiarkan menumpuk di Pendopo Kelurahan
Krikilan.
Setelah Von Koeningswald tidak aktif lagi melaksanakan
penelitian di Sangiran, kegiatan mengumpulkan fosil masih diteruskan oleh Toto
Marsono sehingga jumlah fosil di Pendopo Kelurahan semakin melimpah. Dari
Pendopo Kelurahan Krikilan inilah lahir cikal-bakal Museum Sangiran.
Untuk menampung koleksi fosil yang semakin hari semakin
bertambah maka pada tahun 1974 Gubernur Jawa Tengah melalui Bupati Sragen
membangun museum kecil di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Saragen
di atas tanah seluas 1000 m². Museum tersebut diberi nama “Museum Pestosen”.
Seluruh koleksi di Pendopo Kelurahan Krikilan kemudian dipindahkan ke Museum
tersebut. Saat ini sisa bangunan museum tersebut telah dirombak dan
dialihfungsikan menjadi Balai Desa Krikilan.
Sementara di Kawasan Cagar Budaya Sangiran sisi selatan
pada tahun 1977 dibangun juga sebuah museum di Desa Dayu, Kecamatan Godangrejo,
Kabupaten Karanganyar. Museum ini difungsikan sebagai basecamp sekaligus tempat
untuk menampung hasil penelitian lapangan di wilayah Cagar Budaya Sangiran sisi
selatan. Saat ini museum tersebut sudah dibongkar dan bangunannya dipindahkan
dan dijadikan Pendopo Desa Dayu.
Tahun 1983 pemerintah pusat membangun museum baru yang
lebih besar di Desa Ngampon, Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen. Kompleks Museum ini didirikan di atas tanah seluas 16.675 m².
Bnagunannya antara lain terdiri dari Ruang Pameran, Ruang Pertemuan/ Seminar,
Ruang Kantor/ Administrasi, Ruang Perpustakaan, Ruang Storage, Ruang
Laboratorium, Ruang Istirahat/ Ruang Tinggal Peneliti, Ruang Garasi, dan Kamar
Mandi. Selanjutnya koleksi yang ada di Museum Plestosen Krikilan dan Koleksi di
Museum Dayu dipindahkan ke museum yang baru ini. Museum ini selain berfungsi
untuk memamerkan fosil temuan dari kawasan Sangiran juga berfungsi untuk
mengkonservasi temuan yang ada dan sebagai pusat perlindungan dan pelestarian
kawasan Sangiran.
Tahun 1998 Dinas Praiwisata Propinsi Jawa Tengah
melengkaspi Kompleks Museum Sangiran dendan Bnagunan Audio Visual di sisi timur
museum. Dan tahun 2004 Bupati Sragen mengubah interior Ruang Knator dan Ruang
Pertemuan menjadi Ruang Pameran Tambahan.
Tahun 2003 Pemerintah pusat merencanakan membuat museum
yang lebih representative menggantikan museum yang ada secara bertahap. Awal
tahun 2004 ini telah selesai didirikan bangunan perkantoran tiga lantai yang
terdiri dari ruang basemen untuk gudang, lantai I untuk Laboratorium, dan
lantai II untuk perkantoran. Program selanjutnya adalah membuat ruang audio
visual, ruang transit untuk penerimaan pengunjung, ruang pameran bawah tanah,
ruang pertemuan, perpustakaan, taman purbakala, dan lain-lain.
C. Proses Terbentuknya Sangiran
Pada awalnya sangiran merupakan lautan dangkal. Pada
saat itu keadaan bumi masih belum stabil seperti sekarang, di beberapa bagian
bumi seringkali mendapatkan pergerakan di dalam perut bumi yang disebabkan
adanya dorongan tekanan endogen. Sangiran juga mengalami hal serupa, karena
adanya dorongan tenaga endogen (dari dalam bumi) terjadi pengankatan dan
pelipatan pada permukaan laut sangiran. Akibat dn pelipatan permukaan maka
terbentuklah daratan-daratan yang mengisolasi sebagaian lautan tersebut
sehingga menjadi danau dan rawa-rawa.
Saat terjadinya masa glacial (pembekuan), permukaan air
laut menyusut, itu disebabkan karena adanya pembekuan es di kutub utara maka
muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan rawa sangiran yang terbentuk
dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering.
Proses pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan
aktivitas gunung lawu tua. Kubah sangiran diperkirakan terbentuk akibat gaya
kompresi dari runtuhan gunung Lawu tua, gaya endogen berupa pengakatan dan
pelipatan tanah serta gaya gravitasi bumi. Gaya kompresi yang sama juga
menyebabkan terbentuknya kubah-kubah lain seperti: Kubah Gemolong, Kubah
Gamping, Kubah Bringinan, Kubah Gesingan, dan Kubah Munggur.
Tenaga endogen yang terjadi berulang-berulang
mengakibatkan permukan tanah di sangiran naik akibatnya adanya dorongan di
dalam dan membentuk bukit. Kemudian karena aktivitas gunung lawu membuat tanah
perbukitan longsor dan membentuk kubah, tanah di sekitar sungai cemarapun ikut
longsor. Akibat dari hal tersebut, terbentuklah lapisan tanah yang berbeda dari
lapisan tanah permukaan. Lapisan tanah yang terbentuk adalah lapisan dari jaman
purbakala dimana hsil dari terbentuknya tanah sangiran membuat para ahli
purbakala dan masyarakat sekitar menemukan bukti-bukti kehidupan masa
prasejarah. Higga kini lapisan tanah (stratigrafi) yang dapat ditemukan dan diteliti
terdapat 4 lapis.
Situs sangiran merupakan daerah perbukitan yang
terbentuk dari fragmen-fragmen batu gamping foraminifera dan batu pasir yang
tercampur dengan Lumpur saat masa halosen. Juga yang endapan alivial yang
terdiri dari campuran lempung, pasir, kerikil, dan krakal dengan ketebalan
kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat di sungai cemara. Sungai cemara yang
mengalir didaerah sangiran merupakan sungai anteseden yang menyayat kubah
sangiran. Hal ini menyebabkan struktur kubah dan stratifigrafi tanah daerah
sangiran dapat dipelajari dengan baik.
Tersingkapnya tanah di tepi sungai cemara menunjukan
aktivitas erosi dan sedimentasi yang intensif pada masa sekarang. Proses erosi
tersebut mengakibatkan munculnya fosil-fosil binatang maupun manusia purba di
permukaan tanah sehingga sering ditemukan fosil-fosil setelah turun hujan.
Akibat dari dorongan tenaga endogen pada awalnya,
aktivitas erosi dan sedimentasi yang tinggi maka menyebabkan pengangkatan dan
pelipatan tanah sangiran, sehingga lapisan tanah sangiran terbagi dari 4
lapisan (dari lapisan teratas) yaitu Formasi Notopuro, Formasi Kabuh, Formasi
Pucangan dan Formasi Kalibeng.
D. Formasi Lapisan Sangiran
Secara struktural Sangiran merupakan daerah yang
mengalami pengangkatan dan perlipatan yang kemudian membentuk struktur kubah
terbalik, yang seiring berjalannya waktu mengalami erosi. Adanya pengangkatan
ini terjadi karena proses penekanan dari kiri ke kanan oleh tenaga eksogen dan
dari bawah ke atas oleh tenaga endogen. Erosi menyebabkan tersingkapnya
lapisan-lapisan tanah secara alamiah. Dimana di dalamnya terkandung informasi
tentang kehidupan sejarah manusia purba dengan segala yang ada di sekelilingnya
(pola hidup dan binatang-binatang yang hidup bersamanya).
Keistimewaan Sangiran, berdasarkan penelitian para ahli
Geologi dulu pada masa purba merupakan hamparan lautan. Akibat proses geologi
dan akibat bencana alam letusan Gunung Lawu, Gunung Merapi, dan Gunung Merbabu,
Sangiran menjadi daratan. Hal tersebut dibuktikan dengan lapisan-lapisan tanah
pembentuk wilayah Sangiran yang sangat berbeda dengan lapisan tanah di tempat
lain. Tiap-tiap lapisan tanah tersebut ditemukan fosil-fosil menurut jenis dan
jamannya. Misalnya, Fosil binatang laut banyak diketemukan di Lapisan tanah
paling bawah, yang dulu merupakan lautan.
Adapun lapisan tanah yang tersingkap di wilayah
Sangiran terbagi menjadi 4 lapisan (dari lapisan terbawah) yaitu Formasi
Kalibeng, Formasi Pucangan, Formasi Kabuh, dan Formasi Notopuro.
1.
Formasi Kalibeng
Formasi kalibeng berumur 3.000.000-1.800.000 tahun yang
lalu. Formasi tanah ini hanya tersingkap pada bagian Kalibeng atas (Pliocene
atas). Formasi ini terdiri dari 4 lapisan. Untuk lapisan terbawah ketebalan
mencapai 107 meter merupakan endapan laut dalam berupa lempung abu-abu kebiruan
dan lempung lanau dengan kandungan moluska laut. Lapisan kedua ketebalan 4-7
meter merupakan endapan laut dangkal berupa pasir lanau dengan kandungan fosil
moluska jenis Turitella dan foraminifera. Lapisan ketiga berupa endapan batu
gamping balanus dengan ketebalan 1-2,5 meter. Lapisan keempat berupa endapan
lempung dan lanau hasil sedimentasi air payau dengan kandungan moluska jenis
corbicula. Adanya kalkarenit dan kalsirudit menunjukkan bahwa formasi Kalibeng
merupakan hasil endapan laut yang amat dangkal.
Gambar 3. Formasi Situs Sangiran
Formasi kalibeng merupakan endapan tertua di kubah
sangiran, terdiri dari batu Napal Pasiran warna abu-abu kehitaman dan disisipi
bau gamping balanus dan korbikula.
Ketebalan formasi kalibeng lebih dari 130 meter, kandungan fosilnya antara lain foraminifera, molusca laut. Dismaping itu juga banyak ditemukan gastropoda dan molusca air payau, ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah air payau (peralihan antara air asin dan air tawar). Makin keatas lapisan tersebut berubah menjadi semakin pasiran.
Ketebalan formasi kalibeng lebih dari 130 meter, kandungan fosilnya antara lain foraminifera, molusca laut. Dismaping itu juga banyak ditemukan gastropoda dan molusca air payau, ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah air payau (peralihan antara air asin dan air tawar). Makin keatas lapisan tersebut berubah menjadi semakin pasiran.
Mengandung ostrea berkulit tebal yang menunjukaan
organisme ini hidup di pinggir laut. Lapisan berfasies pasiran diatas ditutupi
oleh batu gamping balanus. Hewan ini hidup dizona anatar laut pasang dan surut.
Sehingga dapat diperkirakan batu gamping ini diendapkan di lingkunagn tersebut.
Lapisan teratas terdapat batu pasir yang mengandung korbuline, yaitu paleoypoda
yang sering hidup di air tawar. Daru urutan fasies tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada waktu pengendapannya berbagai lapisan tersbut
yaitu formasi kalibeng mengalami susut laut (regresi) berubah menjadi daratan.
2.
Formasi Pucangan
Formasi Pucangan berumur 1.800.000-800.000 tahun yang
lalu. Formasi ini terbagi menjadi dua yaitu lahar bawah dan lempung hitam.
Formasi Pucangan lahar bawah ketebalannya berkisar 0,7-50 meter berupa endapan
lahar dingin atau breksi vulkanik yang terbawa aliran sungai dan mengendapkan
moluska air tawar di bagian bawah dan diatome di bagian atas. Pada lapisan ini
juga terdapat fragmen batu lempung gampingan dari formasi Kalibeng.
Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter
berupa lapisan napal dan lempung yang merupakan pengendapan rawa-rawa, pada
formasi ini terdapat sisipan endapan molusca marine yang menunjukkan bahwa pada
waktu itu pernah terjadi transgresi laut. Formasi ini banyak mengandung fosil
binatang vertebrata seperti gajah (Stegodon trigonocephalus), banteng (Bibos
paleosondaicus), kerbau (Bubalus paleokarabau, Hippopotamidae dan Cervidae.
Pada formasi Pucangan ini juga ditemukan fosi Homo erectus , fosil karapaks dan
plastrón kura-kura.
Dua pasies pokok yang terdapat pada formasi ini adalah
pasies batu lempung hitam laut dan pasies breksi yang terdiri dari vulkanik
tufaan sampai pasiran. Pada pasies ini banyak ditemukan fosil vertebrata.
Fragmen batuan berupa batu pasir gampingan dari formasi kalibeng jug dijumpai
pada pasies breksi kalibeng bagian bawah. Keadaan ini menunjukan bahwa formasi
kalibeng. Susunan tanah menurut J. Duyfjes, dari atas sampai kebawah sebagai
berikut:
a.
Endapan batu pasir tufaan setebal 35 meter
b.
Batu pasir tufaan yang mengandung tanah liat dan napal
yang berisis kerang laut setebal 10 meter.
c.
Lapisan lempung berwarna kehijauan setebal 5 meter.
d.
Batu pasir kasar, konglomerat atau batu adesit setebal
100 meter. Pada lapisan ini ditemukan fosil Pithecantropus (homo erectus).
e.
Endapan batu pasir tufaan dengan diselingi batu
lempung.
f.
Napal dan batu pasir tufaan yang mengandung lempung dan
molusca laut setebal 25 meter.
Pada formasi pucangan fosil tengkorak Pithecantropus
Erectus, kemudian ditemukan juga fosil tengkorak Megantropus Paleojavanicus.
Asosiasi hewan lain yang hidup berdampingan dengan kedua manusia purba adalah
gajah, penyu, ikan hiu, badak, dll.
3. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh merupakan lapisan yang berumur
800.00-250.000 tahun yang lalu dan merupakan formasi yang paling banyak
ditemukan fosil mamalia, manusia purba dan alat batu. Formasi ini terbagi
menjadi dua yaitu grenzbank yang metupakan lapisan pembatas antara formasi
Pucangan dengan Kabuh. Terdiri dari lapisan batu gamping konglomeratan yang
berbentuk lensa-lensa dengan ketebalan 2meter. Di grenzbank banyak ditemukan
fosil mamalia (Stegodon trigonocephalus, Bubalus paleokarabau, Duboisia santeng
dll) dan fosil Hominidae. Formasi Kabuh atas ketebalan lapisannya sekitar 3-16
meter merupakan batu pasir dengan struktur silang siur yang menunjukkan hasil
endapan sungai. Terjadi pada kala Pleistocene tengah.
Endapan kala plastosen tengan terkenal dengan nama
formasi kabuh. Formasi ini memperlihatkan endapan yang berasal dari gunung Lawu
tua,berupa: batu tufa, batu pasir, dan konglomerat. Ketebalan formasi sangat
bervariasi antara 10-16 meter.
Alat-alat dari batu telah ditemukan pada formasi ini.
Dengan ditemukan alat-alat batu tersbut menunjukan bahwa pithecanthropus pada
saat itu sudag mengenal alat-alat perburuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Formasi kabuh terdiri dari spesies fluviatil yang terdiri dari
batu pasir dengan struktur silang-siur dan konglemaratrt. Formasi kabuh ini
terletak di atas formasi pucangan secara tidak selaras.
4. Formasi
Notopuro
Formasi Notopuro terletak di di atas formasi Kabuh dan
tersebar di bagian tas perbukitan di sekeliling Kubah Sangiran. Formasi ini
tersusun oleh material vulkanis seperti batu pasir vulkanis, konglomerat dan
breksi dengan fragmen batuan beku andesit yang berukuran brangkal hingga
bonkah. Ketebalan lapisan mencapai 47 meter dan terbagi menjadi tiga lapisan
yaitu lapisan Formasi Notopuro bawah dengan ketebalan 3,2-28,9 meter, Formasi
Notopuro tengah dengan ketebalan maksimal 20 meter dan Formasi Notopuro atas
dengan ketebalan 25 meter. Pada Formasi Notopuro ini sangat jarang dijumpai fosil.
Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan darat yang sangat dipengaruhi
oleh aktivitas vulkanik dan terjadi pada kala Pleistocene atas.
Formasi Notopuro adalah lapisan tanah dikala plastosen
atas yang berumur 10.000-125.000 tahun yang lalu. Formasi Notopuro adalah
lapisan yang terbentuk oleh endapan lahar dan terdiri atas breksi andesit dan
konglomerat. Pada formasi ini dijumpai Frakmen dari mineral kaledon, kaursa
susu, carnelian, agate, kerikil andesit, tufa dan pasiran yang merupakan
penyusun utama dari breksiden konglomerat. Pada endapan kerikil banyak ditemukn
serpih bilah, yaitu alat pada tingkat perkembangan menjadi konglomerat dan batu
pasir silang siur dengan ketebalan sekitar 2-45 meter tersebut menunjukan bahwa
kala plastosen akhir telah terjadi banjir lahar yang besar.
Secara stratigrafis situs ini merupakan situs manusia
purba berdiri tegak terlengkap di Asia yang kehidupannya dapat dilihat secara
berurutan dan tanpa terputus sejak 2 juta tahun yang lalu hingga 200.000 tahun
yang lalu yaitu sejak Kala Pliocene Akhir hingga akhir Pleistocene Tengah.
Situs Sangiran menurut penelitian geologi muncul sejak Jaman Tersier akhir Pada
kala Pliocene atas kawasan Sangiran masih berupa lautan dalam yang berangsur
berubah menjadi laut dangkal dengan kehidupan foraminifera dan moluska laut.
Pendangkalan berjalan terus sampai akhir kala Pliocene.
E.
Pengungkap
Situs Sejarah Sangiran
Penelitian terhadap situs sangiran diwali oleh Eugene
Dubois pada tahun 1893 dimana sebelum dia mengadakan penelusuran mencari fosil
nenek moyang manusia di Sumatra Barat, tetapi dia tidak menemukannya. Selai
Dubois, tahun 1930-an penelususranb dilakukan oleh GHR Von Koenigswald. Tahun
1934 Von Koenigswald berhasil menemukan kurang lebih 1000 alat batuan manusia
purba yang pernah hidup di Sangiran.
Tahun 1936 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil
rahang atas manusia pdan selanjutnya ia memberi nama fosil Megantrophus
Paleojavanicus. Tahun 1973 dia juga berhasil menemukan manusia purba yang
dicari oleh Eugene Dubois yaitu Pithecanthropus Erectus. Penemuan kedua ini
mendorong para ahli untuk mengadakan penelitian lanjutan di situs sangiran
diantaranya : Helmut de Tera, Movius, P. Marks, RW van Bemmelean, H.R van
Hekkeren, Gert jan Barsta, Francois Semah, Anne Marie Semah, M. Itahara.
Sedangkan peneliti-peneliti dari Indonesia yang serius menangani sangiran
adalah: R.P Soejono, Teuku Jacob, S. Sartono, dan Hari Widianto.
F.
Pemeliharaan
Terhadap Sangiran
Perlindungan terhadap kawasan ini (Sangiran) bias
dikatakan cukup ketat sebab beberapa waktu lalu ada beberapa benda purba
(fosil) yang berhasil diselundupkan ke luar negeri. Oleh karena itu, untuk
menjaga agar benda-benda tersebut tidak dijual kepada orang lain, maka
masyarakat setempat yang berhasil menemukan benda-benda sejarah diminta untuk
menyerahkan ke museum purbakala sangiran dan mereka akan mendapatkan imbalan.
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
Selain mendirikan museum situs prasejarah sangiran untuk menjaga kawasan sangiran, pemerintah juga mengeluarkan Undang-undang tentang perlindungan cagar budaya sangiran, yaitu:
1.
Mengeluarkan SK.
Mendikbud No. 70/111/1977 dan menetapkan sangiran sebagai cagar budaya. Semua
fosil-fosil di wilayah sangiran dilindungi dan setiap temuan harus diserahkan
kepada pemerintah.
2.
UU No. 5 Tahun 1992 tentang benda cagar budaya yang
lebih keras yaitu, menetapkan sangiran sebagai cagar budaya (UNESCO). Meskipun
pemerintah telah membuat peraturan perundang-undangan tentang perlindungan
cagar budaya, tetapi pada kenyataannya masih mengalami beberapa masalah yaitu;
a.
Daerah yang seluas 32 km² hanya diawasi oleh tenaga
yang sangat terbatas. Daerah itu hanya dijaga oleh 27 personil, termasuk 8
orang bertugas sebagai satpam.
b.
Adanya tradisi memberi hadiah terhadap penemu fosil
yang telah berlangsung sejak jaman pendudukan Belanda.
c.
Para pembeli asing menawarkan harga yang lebih tinggi
dibandingkan dari pemerintah, sehingga banyak penduduk setempat yang menjual
fosil temuannya kepada pembeli asing.
G.
Sumbangan
Sangiran Untuk Masyarakat Sekitar Dan Ilmu Pengetahuan
Sangiran
memberi sumbangan tersendiri bagi masyarakat, khususnya di daerah sekitar situs
sangiran dan masyarakat Indonesia, serta masyarakat dunia pada umumnya. Dengan
kehadiran sangiran, masyarakat setempat dapat penghasilan dengan cara menjual
berbagai macam fosil yang merupakan hasil temuan di situs sangiran. Selain untuk masyarakat
setempat, Sangiran juga memberi sumbangan tersendiri bagi masyarakat Indonesia
yaitu sebagai sumbangan pengetahuan. Sedangkan untuk dunia Sangiran dijadikan
situs penelitian dan study evolusi manusia purba oleh para ahli dari berbagai
penjuru dunia.
Sangiran
juga memberi sumbangan yang sangat berarti bagi ilmu pengetahuan yaitu sebagai
salah satu tempat bagi orang-orang yang ingin mengetahui situs prasejarah dan
suaka purbakala sangiran. Secara khusus bagi mahasiswa yang menekuni ilmu
sejarah, dimana sangiran menyimpan peninggalan-peninggalan masa lampau. Selai
itu juga sangiran menjadi sumber bahan penulisan buku-buku prasejarah di
Indonesia.
H. Koleksi – Koleksi
Museum Sangiran
Koleksi
yang berada di museum sangiran saat ini semua berasal dari sekitar situs
sangiran. Koleksi – koleksi tersebut berupa fosil manusia, fosil hewan, fosil
tumbuhan, batu batuan, sedimentani, dan juga peralatan dapur yang dulu pernah
dibuat dan digunakan oleh manusia purba yang pernah bermukim di sangiran.
1.
Fosil kayu yang terdiri
dari
A.
Fosil kayu yang terdiri
dari
a.
Temuan dari Dukuh
Jambu, Desa Dayu, Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar.
b.
Ditemukan pada tahun
1995 pada lapisan tanah lempung
c.
Warna abu-abu
d.
Formasi pucangan
B.
Fosil batang pohon
a.
Temuan dari Desa
krikilan , Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
b.
Fosil ini ditemukan
pada tahun 1977 pada lapisan tanah lempung
c.
Warna abu-abu dari
endapan
d.
Formasi pucangan
2.
Tulang hasta (Ulna) Stegodon Trigonocephalus
a.
Ditemukan di kawasan
cagar sangiran
b.
Pada tanggal 23
november 1975 di tanah lapisan lempung
c.
Warna abu –abu
d.
Formasi kabuh bawah
3.
Tulang paha
a.
Ditemukan dari Desa
Ngebung, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen
b.
Pada tanggal 4 Februari
1989 pada lapisan tanah lempung
c.
Warna abu – abu dari
endapan
d.
Formasi pucangan atas
4.
Tengkorak kerbau
a.
Ditemukan oleh Tardi
b.
Pada tanggal 20
November 1992 di Dukuh Tanjung, Desa Dayu Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar pada lapisan tanah
c.
Warna coklat
kekuning-kunginan yang bercampur pasir
d.
Formasi kabuh
e.
Berdasarkan penanggalan
geologi berumur 700.000-500 tahun
5.
Gigi Elephas Namadicus
a.
Ditemukan di situs
cagar budaya sangiran
b.
Pada tanggal 12
Desember 1975, Pada lapisan tanah pasir bercampur kerikil berwarna cokelat
c.
Formasi kabuh
6.
Fragmen gajah purba
a.
Hidup di daerah cagar
budaya sangiran
b.
Jenisnya adalah:
·
Mastodon
·
Stegodon
·
Elephas
7.
Tulang rusuk (Casta)
Stegodon Trigonocephalus
a.
Ditemukan oleh Supardi
b.
Tanggal 3 Desember 1991
di Dukuh Bukuran, Desa Bukuran Kecamatan kalijambe Kabupaten Sragen pada
lapisan lempung
c.
Warna abu – abu dari
endapan pucangan atas
8.
Ruas tulang belakang
(Vertebrae)
a.
Ditemukan di situs
cagar budaya sangiran
b.
Pada tanggal 15
Desember 1975
c.
Di lapisan tanah pasir
d.
Berwarna abu – abu
e.
Formasi kabuh bawah
9.
Tulang jari (Phalanx)
a.
Ditemukan di situs
sangiran
b.
Pada tanggal 28 oktober
1975
c.
Pada lapisan tanah
pasir kasar
d.
Warna cokelat
kekuning-kuningan
e.
Formasi kabuh
10.
Rahang atas Elephas
Namadicus
a.
Rahang ini dilengkapi
sebagian gading
b.
Ditemukan oleh Atmo
c.
Di Dukuh Ngrejo, Desa
Samomorubuh Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen
d.
Pada tanggal 24 April
1980
e.
Pada lapisan Grenz bank
f.
Antara formasi pucangan
dan kabuh
11.
Tulang kaki depan
bagian atas (Humerus)
a.
Bagian fosil ditemukan
oleh Warsito
b.
Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
c.
Pada tanggal 28
Desember 1998
d.
Pada lapisan tanah
lempung
e.
Warna abu – abu
f.
Dari formasi pucangan
atas kala pleistosen bawah
12.
Tulang kering
a.
Ditemukan oleh Warsito
b.
Di Dukuh Bubak Desa
Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
c.
Pada tanggal 4 januari
1993
d.
Lapisan tanah lempung
e.
Warna abu – abu
f.
Dari formasi pucangan
atas
13.
Fosil Molusca
a. Klas
Pelecypoda
b. Klas
Gastropoda
14.
Binatang air
A. Tengkorak
buaya (Crocodilus Sp.)
a. Ditemukan
pada tanggal 17 Desember 1994
b. Oleh
Sunardi
c. Di
Dukuh Blimbing, Desa Ngebung, Kecamatan kalijambe kabupaten Sragen
d. Formasi
pucangan
B. Kura
– kura (Chlonia Sp.)
a. Ditemukan
pada tanggal 1 Februari 1990
b. Oleh
hari Purnomo
c. Dukuh
Pablengan, Desa krikilan , Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen
d. Formasi pucangan
C. Ruas
tulang belakang ikan
a. Ditemukan
pada tanggal 20 November 1975
b. Oleh
Suwarno
c. Di
Desa Bukuran, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen
d. Formasi
pucangan
I. Pengertian Fosil Pengertian, Manfaat
dan Syarat terbentuknya fosil.
Fosil adalah sisa-sisa organisme yang
pernah hidup di waktu silam, yang diawetkan oleh alam. Karena terawetkan sejak
3,5 miliar tahun yang lalu fosil menjadi petunjuk penting mengenai sejarah
bumi.
Manfaat
dari fosil adalah :
a.
Fosil
merupakan kunci yang menentukan mengenai lingkungan masa lalu. Binatang dan
tumbuhan hidup di daerah yang memiliki keadaan (iklim) yang berbeda-beda.
Dengan menggunakan keadaan iklim dari binatang dan tumbuhan pada zaman modern
sebagai bandingan dan penerapan Prinsip Uniformtarianisme, dapat diperkirakan
keadaan iklim pada saat hidupnya tumbuhan dan binatang serupa pada zaman
dahulu. Misalnya dari fosil tumbuhan dapat diperkirakan curah hujan dan suhu di
darat zaman dahulu, dan dari fosil mikro organisme yang terapung dapat
menunjukkan keadaan suhu dan salinitas air laut.
b.
Fosil
merupakan dasar utama dalam menentukan umur relatif suatu lapisan dan komponen
yang sangat penting dalam menyusun sejarah bumi yang sudah berumur 600 juta
tahun.
c.
Sebagai
penunjuk waktu (time indicator) dalam geologi.
d.
Menentukan perkiraan
umur relatif batuan : lapisan yang memiliki kesamaan kandungan fosil
diperkirakan diendapkan pada waktu yang bersamaan.
e.
Mengetahui kisaran
lingkungan pengendapan : penemuan fosil pada suatu tempat dapat menjadi
petunjuk untuk menentukan lingkungan pengendapan, misalnya dengan ditemukannya
fosil ikan pada suatu lapisan menunjukan bahwa wilayah sekitar lapisan tersebut
kemungkinan adalah suatu lingkungan air.
f.
Menentukan korelasi
batuan : lapisan batuan pada suatu daerah dapat dikatakan sama dengan lapisan
batuan didaerah lain jika keduanya mengandung jenis fosil yang sama.
g.
Fosil penting untuk
memahami sejarah batuan sedimen bumi. Subdivisi dari waktu geologi dan
kecocokannya dengan lapisan batuan tergantung pada fosil.Organisme berubah
sesuai dengan berjalannya waktu dan perubahan ini digunakan untuk menandai
periode waktu. Sebagai contoh, batuan yang mengandung fosil graptolit harus
diberi tanggal dari era paleozoikum. Persebaran geografi fosil memungkinkan
para ahli geologi untuk mencocokan susunan batuan dari bagian-bagian lain di
dunia.
Ada beberapa syarat yang menyebabkan terjadinya fosil, diantaranya yaitu
:
1. organisme
mempunyai bagian tubuh yang keras
2. mengalami
pengawetan dalam batuan sedimen
3. mengandung
kadar oksigen dalam jumlah yang sedikit
4. terjadi
secara alamiah, terhindar dari proses – proses kimia
5. terbebas
dari bakteri pembusuk, terhindar dari organisme pemangsa
6. umurnya
lebih dari 10. 000 tahun.
J. Proses
pembentukan fosil
Ketika
suatu organisme mati, bangkainya terkubur dan lambat laun berubah
menjadi fosil. Biasanya hanya bagian-bagian terkeras, seperti cangkang
atau tulang, yang masih terawetkan. Kadang-kadang bangkai tersebut
perlahan-tahan membatu. Molekul-molekul aslinya digantikan oleh berbagai jenis
mineral seperti katsit atau besi pirit. Namun, ada puta beberapa fosil yang
masih mengandung sebagian besar molekuI astinya. Sebuah cabang ilmu baru yang
disebut pateontotogi molekuter berupaya untuk membandingkan kesamaan komposisi
kimia atau bahkan gen dari spesies purba yang tetah punah dengan spesies yang
masih hidup hingga kini.
K.
Kehidupan Di Bumi
Sejarah
kehidupan di planet bumi selama 65 juta tahun terakhir ditandai oleh munculnya
aneka jenis mamalia dan berbagai rupa pepohonan berdaun lebar dan tumbuhan
berbunga. Sekitar 200 juta tahun sebelum periode ini, dinosaurus dan hewan
sejenis merajai daratan. Sebaliknya, berbagai jenis organisme laut hidup di
laut hangat. Selama periode Karbon, sekitar 300 juta tahun silam, hamparan rawa
mahaluas mendukung penyebaran tetumbuhan primitif seperti paku-pakuan raksasa
dan pakis. Sisa-sisa tumbuhan purba semacam ini berubah menjadi deposit
batu bara. Tidak dijumpai banyak bukti akan adanya bentuk kehidupan di atas
daratan sebelum periode Karbon. Namun, samudra pada waktu itu telah dipenuhi
oleh kehidupan. Fosil dari periode Prekambrian (600 juta tahun silam) jarang
ditemukan. Selama masa tersebut hanya ada sedikit spesies tumbuhan dan hewan
besar yang hidup dan berbiak di bumi.
Waktu geologis dibagi menjadi deretan periode, masing-masing
ditandai oleh kelompok fosil tertentu. Periode Prekambrian memakan waktu 85
persen dari seluruh perjalanan sejarah bumi. Namun, bebatuan yang berasal dari
periode ini umumnya gagal terawetkan, dan hanya ada sedikit spesies hewan
bertubuh besar yang meninggatkan fosil
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sangiran adalah sebuah situs
arkeologi di Jawa, Indonesia. Sangiran memiliki area sekitar 48 km². Secara
fisiografis sangiran terletak pada zona Central Depression, yaitu berupa
dataran rendah yang terletak antara gunung api aktif, Merapi dan Merbabu di sebelah
barat serta Lawu di sebelah timur.
Secara administratif Sangiran
terletak di Kabupaten Sragen (meliputi 3 Kecamatan yaitu Kecamatan Kalijambe,
Gemolong dan Plupuh serta Kecamatan Gondangrejo) dan kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Sangiran terletak di desa Krikilan,
Kec. Kalijambe ( + 40 km dari Sragen
atau + 17 km dari Solo) situs ini menyimpan puluhan ribu fosil dari jaan
pleistocen ( + 2 juta tahun lalu).
Pada
awalnya sangiran merupakan lautan dangkal. Pada saat itu keadaan bumi masih
belum stabil seperti sekarang, di beberapa bagian bumi seringkali mendapatkan
pergerakan di dalam perut bumi yang disebabkan adanya dorongan tekanan endogen.
Sangiran juga mengalami hal serupa, karena adanya dorongan tenaga endogen (dari
dalam bumi) terjadi pengankatan dan pelipatan pada permukaan laut sangiran.
Akibat dn pelipatan permukaan maka terbentuklah daratan-daratan yang
mengisolasi sebagaian lautan tersebut sehingga menjadi danau dan rawa-rawa. Saat terjadinya masa
glacial (pembekuan), permukaan air laut menyusut, itu disebabkan karena adanya
pembekuan es di kutub utara maka
muncullah daratan di permukaan bumi. Danau dan rawa sangiran yang terbentuk
dari lautan dangkal juga menjadi daratan kering.
Proses
pembentukan situs sangiran erat kaitannya dengan aktivitas gunung lawu tua.
Kubah sangiran diperkirakan terbentuk akibat gaya kompresi dari runtuhan gunung
Lawu tua, gaya endogen berupa pengakatan dan pelipatan tanah serta gaya
gravitasi bumi.
Situs
sangiran merupakan daerah perbukitan yang terbentuk dari fragmen-fragmen batu
gamping foraminifera dan batu pasir yang tercampur dengan Lumpur saat masa
halosen. Juga yang endapan alivial yang terdiri dari campuran lempung, pasir,
kerikil, dan krakal dengan ketebalan kurang lebih 2 meter yang dapat terlihat
di sungai cemara. Sungai cemara yang mengalir didaerah sangiran merupakan
sungai anteseden yang menyayat kubah sangiran. Hal ini menyebabkan struktur
kubah dan stratifigrafi tanah daerah sangiran dapat dipelajari dengan baik.
Akibat
dari dorongan tenaga endogen pada awalnya, aktivitas erosi dan sedimentasi yang
tinggi maka menyebabkan pengangkatan dan pelipatan tanah sangiran, sehingga
lapisan tanah sangiran terbagi dari 4 lapisan (dari lapisan teratas) yaitu
5.
Formasi Kalibeng
Formasi kalibeng berumur 3.000.000-1.800.000 tahun yang
lalu. Formasi tanah ini hanya tersingkap pada bagian Kalibeng atas (Pliocene
atas). Formasi ini terdiri dari 4 lapisan. Untuk lapisan terbawah ketebalan
mencapai 107 meter merupakan endapan laut dalam berupa lempung abu-abu kebiruan
dan lempung lanau dengan kandungan moluska laut. Lapisan kedua ketebalan 4-7
meter merupakan endapan laut dangkal berupa pasir lanau dengan kandungan fosil
moluska jenis Turitella dan foraminifera. Lapisan ketiga berupa endapan batu
gamping balanus dengan ketebalan 1-2,5 meter. Lapisan keempat berupa endapan
lempung dan lanau hasil sedimentasi air payau dengan kandungan moluska jenis
corbicula. Adanya kalkarenit dan kalsirudit menunjukkan bahwa formasi Kalibeng
merupakan hasil endapan laut yang amat dangkal.
Gambar 3. Formasi Situs Sangiran
Formasi kalibeng merupakan endapan tertua di kubah
sangiran, terdiri dari batu Napal Pasiran warna abu-abu kehitaman dan disisipi
bau gamping balanus dan korbikula.
Ketebalan formasi kalibeng lebih dari 130 meter, kandungan fosilnya antara lain foraminifera, molusca laut. Dismaping itu juga banyak ditemukan gastropoda dan molusca air payau, ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah air payau (peralihan antara air asin dan air tawar). Makin keatas lapisan tersebut berubah menjadi semakin pasiran.
Ketebalan formasi kalibeng lebih dari 130 meter, kandungan fosilnya antara lain foraminifera, molusca laut. Dismaping itu juga banyak ditemukan gastropoda dan molusca air payau, ini menunjukan bahwa lingkungan pengendapannya adalah air payau (peralihan antara air asin dan air tawar). Makin keatas lapisan tersebut berubah menjadi semakin pasiran.
Mengandung ostrea berkulit tebal yang menunjukaan
organisme ini hidup di pinggir laut. Lapisan berfasies pasiran diatas ditutupi
oleh batu gamping balanus. Hewan ini hidup dizona anatar laut pasang dan surut.
Sehingga dapat diperkirakan batu gamping ini diendapkan di lingkunagn tersebut.
Lapisan teratas terdapat batu pasir yang mengandung korbuline, yaitu paleoypoda
yang sering hidup di air tawar. Daru urutan fasies tersebut diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa pada waktu pengendapannya berbagai lapisan tersbut
yaitu formasi kalibeng mengalami susut laut (regresi) berubah menjadi daratan.
6.
Formasi Pucangan
Formasi Pucangan berumur 1.800.000-800.000 tahun yang
lalu. Formasi ini terbagi menjadi dua yaitu lahar bawah dan lempung hitam.
Formasi Pucangan lahar bawah ketebalannya berkisar 0,7-50 meter berupa endapan
lahar dingin atau breksi vulkanik yang terbawa aliran sungai dan mengendapkan
moluska air tawar di bagian bawah dan diatome di bagian atas. Pada lapisan ini
juga terdapat fragmen batu lempung gampingan dari formasi Kalibeng.
Formasi Pucangan Atas ketebalan mencapai 100 meter
berupa lapisan napal dan lempung yang merupakan pengendapan rawa-rawa, pada
formasi ini terdapat sisipan endapan molusca marine yang menunjukkan bahwa pada
waktu itu pernah terjadi transgresi laut. Formasi ini banyak mengandung fosil
binatang vertebrata seperti gajah (Stegodon trigonocephalus), banteng (Bibos
paleosondaicus), kerbau (Bubalus paleokarabau, Hippopotamidae dan Cervidae.
Pada formasi Pucangan ini juga ditemukan fosi Homo erectus , fosil karapaks dan
plastrón kura-kura.
Dua pasies pokok yang terdapat pada formasi ini adalah
pasies batu lempung hitam laut dan pasies breksi yang terdiri dari vulkanik
tufaan sampai pasiran. Pada pasies ini banyak ditemukan fosil vertebrata.
Fragmen batuan berupa batu pasir gampingan dari formasi kalibeng jug dijumpai
pada pasies breksi kalibeng bagian bawah. Keadaan ini menunjukan bahwa formasi
kalibeng. Susunan tanah menurut J. Duyfjes, dari atas sampai kebawah sebagai
berikut:
g.
Endapan batu pasir tufaan setebal 35 meter
h.
Batu pasir tufaan yang mengandung tanah liat dan napal
yang berisis kerang laut setebal 10 meter.
i.
Lapisan lempung berwarna kehijauan setebal 5 meter.
j.
Batu pasir kasar, konglomerat atau batu adesit setebal
100 meter. Pada lapisan ini ditemukan fosil Pithecantropus (homo erectus).
k.
Endapan batu pasir tufaan dengan diselingi batu
lempung.
l.
Napal dan batu pasir tufaan yang mengandung lempung dan
molusca laut setebal 25 meter.
Pada formasi pucangan fosil tengkorak Pithecantropus
Erectus, kemudian ditemukan juga fosil tengkorak Megantropus Paleojavanicus.
Asosiasi hewan lain yang hidup berdampingan dengan kedua manusia purba adalah
gajah, penyu, ikan hiu, badak, dll.
7. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh merupakan lapisan yang berumur
800.00-250.000 tahun yang lalu dan merupakan formasi yang paling banyak
ditemukan fosil mamalia, manusia purba dan alat batu. Formasi ini terbagi
menjadi dua yaitu grenzbank yang metupakan lapisan pembatas antara formasi
Pucangan dengan Kabuh. Terdiri dari lapisan batu gamping konglomeratan yang
berbentuk lensa-lensa dengan ketebalan 2meter. Di grenzbank banyak ditemukan
fosil mamalia (Stegodon trigonocephalus, Bubalus paleokarabau, Duboisia santeng
dll) dan fosil Hominidae. Formasi Kabuh atas ketebalan lapisannya sekitar 3-16
meter merupakan batu pasir dengan struktur silang siur yang menunjukkan hasil
endapan sungai. Terjadi pada kala Pleistocene tengah.
Endapan kala plastosen tengan terkenal dengan nama
formasi kabuh. Formasi ini memperlihatkan endapan yang berasal dari gunung Lawu
tua,berupa: batu tufa, batu pasir, dan konglomerat. Ketebalan formasi sangat
bervariasi antara 10-16 meter.
Alat-alat dari batu telah ditemukan pada formasi ini.
Dengan ditemukan alat-alat batu tersbut menunjukan bahwa pithecanthropus pada
saat itu sudag mengenal alat-alat perburuan untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari. Formasi kabuh terdiri dari spesies fluviatil yang terdiri dari
batu pasir dengan struktur silang-siur dan konglemaratrt. Formasi kabuh ini
terletak di atas formasi pucangan secara tidak selaras.
8. Formasi
Notopuro
Formasi Notopuro terletak di di atas formasi Kabuh dan
tersebar di bagian tas perbukitan di sekeliling Kubah Sangiran. Formasi ini
tersusun oleh material vulkanis seperti batu pasir vulkanis, konglomerat dan
breksi dengan fragmen batuan beku andesit yang berukuran brangkal hingga
bonkah. Ketebalan lapisan mencapai 47 meter dan terbagi menjadi tiga lapisan
yaitu lapisan Formasi Notopuro bawah dengan ketebalan 3,2-28,9 meter, Formasi
Notopuro tengah dengan ketebalan maksimal 20 meter dan Formasi Notopuro atas
dengan ketebalan 25 meter. Pada Formasi Notopuro ini sangat jarang dijumpai
fosil. Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pengendapan darat yang sangat
dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan terjadi pada kala Pleistocene atas.
Formasi Notopuro adalah lapisan tanah dikala plastosen
atas yang berumur 10.000-125.000 tahun yang lalu. Formasi Notopuro adalah
lapisan yang terbentuk oleh endapan lahar dan terdiri atas breksi andesit dan
konglomerat. Pada formasi ini dijumpai Frakmen dari mineral kaledon, kaursa
susu, carnelian, agate, kerikil andesit, tufa dan pasiran yang merupakan
penyusun utama dari breksiden konglomerat. Pada endapan kerikil banyak ditemukn
serpih bilah, yaitu alat pada tingkat perkembangan menjadi konglomerat dan batu
pasir silang siur dengan ketebalan sekitar 2-45 meter tersebut menunjukan bahwa
kala plastosen akhir telah terjadi banjir lahar yang besar.
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: Sapiie, Benyamin.Geologi
Fisik. Bandung: ITB